Monday, September 5, 2011

Bedoyo Silicon 2004

Fitri Setyaningsih

Di sebuah dataran tinggi yang jarang dikunjungi orang, ada sepotong daging yang bertapa untuk mendapatkan kecantikan. Daging itu kemudian didatangi oleh Dewa Silikon. Dewa yang bisa mengubah apapun menjadi cantik. Sejak itu kecantikan seperti virus yang menyebar, turun dari dataran tinggi dengan jubah yang membawa musim semi. Musim semi untuk keindahan dan kematian. Silikon adalah dewa kecantikan yang menghidupi dirinya dari jiwa dan nyawa banyak perempuan yang dikorbankan untuknya. sejak itu kecantikan sama dengan api yang menakutkan. 
Proses melibatkan diskusi mengenai “politik kecantikan” di Wisma Seni TBS Solo, 23 Februari 2005, pembicara: Prahastiwi Utari (Fisip UNS Solo) dan Nuraini Juliastuti (KUNCI, Cultural Studies Centre).


Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah, Solo, 7-8 Maret 2005
choreographer: Fitri Setyaningsih
Dancer: Retno Sayekti Lawu, Yustinus Popo, Ristyaningsih, Ning Wiyarti, Heffi Novita,Chriswati Dwi Rahayu,  Aloysia Neneng Yunianti, Prima Angra
composer/musician: Nadias, Dwi Priyo S 
artistik tim: Toha, Yustinus Popo, Afrizal Malna, Tias
artistik director: Afrizal Malna 
managing produced: Pita Amurwa Bhumi 

Proyek Hibah Seni Kelola:
- Pekanbaru (forum Pasar Tari Kontemporer), 26 Agustus 2005
- Surabaya (Pesta Seni Cak Durasim), 22 November2005
- Jakarta (forum Koreografer Lintas Generasi), Dewan Kesenian Jakarta, Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki), 26 November

choreography: fitri setyaningsih
dancer: aloysia neneng yunianti, chriswati dwi rahayu, heffi novita. m. guntur as, prima Anggra. retno sayekti lawu. Ristyaningsih
composer/musician: galih naga seno, nadiias rushendro nugroho
artistic design: afrizal malna, m. Toha
lighting design: tyas sembodo bakdu
managing produced: a. rusputranto ponco anggoro
 
Yogayakarta, 22 februari 2006, kolam renang rumah steven jl. kaliurang km.5 perumahan pogung baru
choreography: fitri setyaningsih
dancer: aloysia neneng yunianti, febriyanti, fitri setyaningsih, ning wiarti, prima Anggra. retno sayekti lawu, ristyaningsih, taili leon
composer/musician: galih naga seno. nadiias rushendro nugroho. Jonath
artistic: afrizal malna, m. Toha, tyas sembodo, eko crosser
managing produced: retno sayekti lawu, yuni wahyuning
Discution: st. sunardi, martinus miroto.

Caracas, Venezuela, Festival de Jovenes Coreografos XXIV, Domingo, 15 Juni 2008













































































































The Dead of Dance 2004

Fitri Setyaningsih 

Di sebuah perjalanan ke desa Lawu, kampung halaman teman kami, di Ngawi. Desa dengan lembah dan bukit-bukit indah. Di desa ini, batu merupakan salah satu mata pencaharian penduduk. Banyak anak muda yang bekerja sebagai pemecah batu. Di salah satu kampung, terdadapat sebuah rumah batu yang besar. Seluruh dinding bangunan yang terdiri dari 3 lantai ini, terbuat dari batu. Konstruksinya juga dari batu, tanpa beton sama sekali. Bangunan ini hanya dibuat oleh seorang petani, tanpa bantuan yang lain. Dikerjakan selama 25 tahun hingga kematiannya. Kehidupan dan kematian seperti terkumpul sebagai kesatuan daya hidup petani itu. Video tari ini semacam penghormatan atas daya hidup yang telah diberikan petani itu. 
Video tari
Lokasi shooting: daerah penggalian batu di Ngawi, Oktober 2004 
Choreographer: Fitri Setyaningsih 
Dancer: Retno Sayekti Lawu, Fitri Setyaningsih 
Video Grafis: Afrizal Malna





 



















































































Hot Plate 2004

Fitri Setyaningsih

Makanan siap saji, yang masih panas, merupakan bagian dari gaya hidup di banyak kota besar. Kita disajikan banyak menu, lokal maupun manca negara. Tetapi semuanya terasa sama, dari bahan penyedap masakan yang sama. Makanan yang rasanya telah mati. Datang dari sesuatu yang kehilangan kehidupannya sendiri. Kita makan, tetapi juga kita tidak tahu: mungkin kita sendiri yang sedang dimakan oleh kota besar sebagai sebuah penggorengan raksasa yang memasak kita untuk gaya hidup.

Choreogrpher/dancer: fitri Setyaningsih
Installation: Hanafi
Music/cello: jasin burhan

Studio Taksu, Jakarta, Agustus 2004: Opening Exhibition Hanafi,
Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, 24 Agustus 2006: forum Solo Sans Frontieres






















































































Sunday, September 4, 2011

Jahitan Merah / Red Stitches 2004

Fitri Setyaningsih

Devi Uma has had changed her own body frequently - from the beautiful woman to be Durga, a scaring giant one, then to be the beautiful again. Even Batara Kala may also represent man of Durga's power. Body was a shaking reality for everyone locked in it - no choice to be man or woman, high or low. It was the moving wardrobe of culture. It was like clothe stiched many times through ages, phenomena and human's loneliness.
  
Dewi Uma pernah berganti tubuh berkali-kali, dari tubuh seorang perempuan cantik berganti Durga, seorang perempuan raksasa menakutkan. Lalu kembali berganti menjadi seorang perempuan cantik. Bahkan Batara Kala mungkin juga merupakan reprsentasi lelaki dari kekuasaan Durga. Tubuh adalah kenyataan yang mengguncangkan, karena setiap orang terkunci di dalamnya; tak punya pilihan untuk menjadi lelaki atau perempuan, tinggi atau rendah. Tubuh sekaligus lemari bergerak dari kebudayaan. Tubuh seperti pakaian yang dijahit berkali-kali melewati berbagai jaman, peristiwa dan kesepian-kesepian manusia.

Solo, April 2004: forum Temu Koreografer Wanita, Taman Budaya. 
choreographer: fitri setyaningsih. dancer: danang pamungkas, fitri setyaningsih. artistic design: afrizal malna, Yustianus Popo. componis/ musician: Nadias. Maxk Baihaqi

Denpasar, Mei 2004: Gallery Popo, 
choreographer: fitri setyaningsih. dancer: Ni Kadek Julia Puspitasari, fitri setyaningsih. artistic design: afrizal malna.



Yogyakarta, Mei 2004: Monday Movement Forum, Kedai Kebun Forum,  
choreographer: fitri setyaningsih. dancer: Ni Kadek Julia Puspitasari, Retno Sayekti Lawu, fitri setya-ningsih. artistic design: afrizal malna, Yustianus Popo,